Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menerapkan standar ganda dalam menjalankan kode etik terhadap pegawai dan pimpinan. Pasalnya, serangan dan tuduhan ke KPK tidak kali ini saja datang ke KPK. Namun Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar membantah.
"Nah kalau ini ada kemungkinan pertemuan itu, makanya harus diklarifikasi. Apalagi Ade dan Johan sudah mengakui bertemu, bahkan Chandra juga mengakui bertemu. Cuma kalau saat itu belum ada perkara, ya tidak ada masalah," kata Zainal saat berbincang usai diskusi di Waruing Daun, Jakarta, Sabtu (30/7).
Ketika KPK diserang tuduhan Anggodo Widjoyo dan Ary Muladi, terpidana kasus percobaan penyuapan pimpinan KPK 2009 silam, lekas-lekas tuduhan itu dibantah. Apalagi membentuk Komite Etik.
Kini serangan serupa datang dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, sekaligus tersangka kasus suap Sesmenpora, KPK lantas membentuk Komite Etik. Bahkan, semua pejabat KPK yang dituduh ramai-ramai mengaku bertemu dengan Nazaruddin.
Inilah yang lalu dianggap sebagai standar ganda. Namun Zainal beralasan, tudingan pada 2009 silam tidak terbukti. Berbeda dengan sekarang, sebab pertemuan antara Chandra M Hamzah, Johan Budi SP dan Ade Rahardja dengan Nazaruddin terbukti. Kendati dalam pertemuan itu belum tentu ada perkara menyangkut Nazaruddin, kata Zainal.
Menurut Zainal, yang jadi masalah adalah, apabila ketika itu Nazaruddin sudah terlibat kasus korupsi. Kalau begitu menjadi tidak pas, tambah dia.
Zainal karena itu mendesak KPK kali ini agar lebih transparan dalam memproses secara internal terkait pimpinan dan pejabat KPK. "Karena sekarang ini sudah menjadi isu publik. Tapi kalau menghukumi yang sudah lewat, ya itu sudah lewat."(AIS)