isah si Abunawas : Raja Jadi Pengemis
Juandry_BL0G
Abunawas kaget, ketika tiba-tiba pesuruh menuju ke istana. Disana telah menunggu Baginda yang tengah duduk tegap di Singgasana istana. “Hai apa kabar, Abunawas?” sapa Baginda. “Aku benar-benar mengharap bantuanmu.” “Bantuan apa, Baginda?” Abunawas balik bertanya. “Begini, Abu,” Baginda mulai bercerita, “Aku dengar Tuan Habul sudah mulai membangkang terhadap kewajiban negara. Pembantu-pembantuku di daerah melaporkan kalau dia sudah tidak mau lagi membayar zakat. Padahal dia orang yang kaya raya, lho!” “Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lantas jebloskan ke dalam penjara. Habis perkara. Gitu aja kok repot….”
“Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat.” Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abunawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, kalau Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah Baginda, mau tak mau Abunawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.
“Begini saja, Baginda,” usul Abunawas. “beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini.” “Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini, bawa!” ujar Baginda kesal. Baginda mengeluarkan uang dua ratus ribu dinar kepada Abunawas. Sambil cengar-cengir, Abunawas membawa pulang uang pemberian Baginda.
Seminggu kemudian Abunawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya. “Bagaimana, Abunawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?” tanya Baginda. “Beres, Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?”
Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abunawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar jadi pengemis, Abunawas dan Baginda datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abunawas pun segera uluk salam. “Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?”
“Tidak ada!” jawab Tuan Habul dengan angkuh. “Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk mengganjar perut kami yang sedang lapar?”“Tidak ada!” “Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja.” “Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!” Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abunawas. “Kalau Tuan tidak punya apa-apa,” cetus Abunawas, “mengapa Tuan tidak ikut kami saja jadi pengemis?” Wajah Tuan Habul pucat pasi mendengar cetusan Abunawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu. Tapi, belum sempat kesadaran Tuan Habul pulih, Abunawas dan Baginda segera membuka kedoknya. “Bagaimana, Habul,” kali ini giliran Baginda yang berbicara, “mau pilih jadi orang kaya atau menjadi orang yang tidak punya apa-apa? Kalau pilih jadi orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abunawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?” Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu. Sedang Abunawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. “Enak saja Baginda menyuruhku jadi pengemis,” gumam Abunawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat kewajiban bagi yang mampu untuk menunaikannya.
“Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat.” Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abunawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, kalau Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah Baginda, mau tak mau Abunawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.
“Begini saja, Baginda,” usul Abunawas. “beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini.” “Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini, bawa!” ujar Baginda kesal. Baginda mengeluarkan uang dua ratus ribu dinar kepada Abunawas. Sambil cengar-cengir, Abunawas membawa pulang uang pemberian Baginda.
Seminggu kemudian Abunawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya. “Bagaimana, Abunawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?” tanya Baginda. “Beres, Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?”
Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abunawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar jadi pengemis, Abunawas dan Baginda datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abunawas pun segera uluk salam. “Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?”
“Tidak ada!” jawab Tuan Habul dengan angkuh. “Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk mengganjar perut kami yang sedang lapar?”“Tidak ada!” “Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja.” “Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!” Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abunawas. “Kalau Tuan tidak punya apa-apa,” cetus Abunawas, “mengapa Tuan tidak ikut kami saja jadi pengemis?” Wajah Tuan Habul pucat pasi mendengar cetusan Abunawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu. Tapi, belum sempat kesadaran Tuan Habul pulih, Abunawas dan Baginda segera membuka kedoknya. “Bagaimana, Habul,” kali ini giliran Baginda yang berbicara, “mau pilih jadi orang kaya atau menjadi orang yang tidak punya apa-apa? Kalau pilih jadi orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abunawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?” Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu. Sedang Abunawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. “Enak saja Baginda menyuruhku jadi pengemis,” gumam Abunawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat kewajiban bagi yang mampu untuk menunaikannya.