Indef Nilai Purbaya Guyur Bank Rp 200 Triliun Tak Bisa Langsung Gerakkan Ekonomi - juandry blog

Halaman ini telah diakses: Views
kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Indef Nilai Purbaya Guyur Bank Rp 200 Triliun Tak Bisa Langsung Gerakkan Ekonomi
Sep 11th 2025, 19:03 by kumparanBISNIS

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengacungkan jempol usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengacungkan jempol usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai rencana Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menarik dana Rp 200 triliun dari saldo Anggaran Lebih (SAL) di Bank Indonesia (BI), untuk diberikan ke perbankan belum cukup menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi

Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto, mengatakan perbankan saat ini mengelola kredit yang sudah mencapai Rp 8.000 triliun.

"Karena nilainya juga Rp 200 triliun, perbankan kita itu mengelola dana sudah lebih dari Rp8.000 triliun. Jadi tidak sangat gede untuk konteks kredit, total kredit," kata Eko saat diskusi publik bertema Sentimen Publik terhadap Reshuffle Kabinet melalui Youtube Indef, Sabtu (11/9).

Menurutnya, rencana tersebut baru akan memberi efek jika diikuti dengan perubahan sektor riil seperti perbaikan regulasi, pemberantasan premanisme, kredit murah, hingga akses pasar yang lebih baik.

"Tapi kalau tanpa itu, hanya sebatas memindahkan rekening-rekening tidak akan banyak efeknya sektor riil, saya rasa begitu," jelas Eko.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan

Eko menjelaskan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang berujung pada riil sektor. Menurutnya, apa pun kebijakan yang diambil baik fiskal maupun moneter, pada akhirnya penentu dari pertumbuhan ekonomi yang mau dicapai menuju 8 persen adalah pergerakan di sektor riil.

"Menggeliatnya sektor yield itulah yang akan menjadi PDB (Produk Domestik Bruto), lebih banyak yang akan menjadi PDB. Tentu belanja pemerintah juga ada di situ. Menggerakkan ekonomi juga," ungkap Eko.

Eko menuturkan tambahan likuiditas senilai Rp 200 triliun harus didukung dengan kebijakan moneter Bank Indonesia menurunkan suku bunga.

Eko juga menyoroti pengelolaan APBN untuk mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan perlu adanya efisiensi anggaran untuk memastikan APBN optimal, tetapi harus dipastikan bahwa efisiensi tidak sampai mematikan sektor usaha.

"Jadi salah satu mandeknya likuiditas tadi yang diduga oleh Pak Menkeu adalah juga sebetulnya percepatan belanjanya kurang di kita ini, sehingga ekonominya menjadi lebih stuck," ujar Eko.

Selain itu, Eko menilai pemerintah perlu menjaga belanja yang pro-stimulus, salah satunya melalui dana transfer ke daerah. Menurutnya, dana ini sebaiknya tidak dipotong karena pertumbuhan ekonomi nasional juga sangat bergantung pada pertumbuhan daerah.

"Kalau daerahnya tumbuh dengan baik, sebetulnya ekonomi bisa tumbuh dengan baik juga," ungkap Eko.

Eko juga menyoroti sisi penerimaan negara. Menurutnya pemerintah sebaiknya tidak terus-menerus mengejar pajak dari masyarakat yang sudah taat membayar. Fokusnya seharusnya memperluas basis pajak (tax base), bukan membebani wajib pajak yang sudah patuh.

"Itu yang menurut saya harus dihindari, jadi harus memperbesar tax base-nya, bukan lagi yang sudah ada di dalam sistem perpajakan," tutur Eko.

Selain itu, Eko juga menekankan pentingnya program peningkatan keterampilan (skill) bagi masyarakat. Tanpa hal ini, penambahan likuiditas hanya akan sia-sia karena tidak terserap ke sektor riil dan berpotensi menimbulkan masalah.

"Supaya tidak bermasalah, supaya sektor riil-nya itu punya keinginan untuk berbisnis begitu meningkatkan penyerapan kredit, maka dia juga harus dikasih skill, dikasih pelatihan dan permodalan pada akhirnya, untuk bisa ekonomi sektor riil itu jadi produktif," kata Eko.

***

Reporter: Nur Pangesti

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url