Direktur Kids Biennale Indonesia, Gie Sanjaya. Foto: dok. Kids Biennale Indonesia
Pameran seni rupa anak dan remaja, Kids Biennale Indonesia, kembali digelar! Ini adalah tahun ke-3 Kids Biennale digelar.
Kali ini, Kids Biennale bekerja sama dengan Museum dan Cagar Budaya unit Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia pada 3-31 Juli 2025.
Ajang ini merupakan sebuah platform seni inklusif tingkat nasional dan internasional yang akan diselenggarakan dua tahun sekali dan ditujukan bagi anak dan remaja (6–17 tahun), juga mereka dengan kebutuhan khusus (hingga usia 22 tahun) untuk berkarya dan mengekspresikan ide untuk merespons berbagai isu sosial, serta mengembangkan empati, kemampuan analitik, serta mengembangkan karakter melalui seni dan budaya.
Kids Biennale Indonesia 2025. Foto: dok. Kids Biennale Indonesia
Pameran seni lintas disiplin yang selanjutnya akan diadakan dua tahun sekali ini menjadi sebuah penanda penting dalam jejak seni rupa Indonesia karena untuk pertama kalinya Indonesia memiliki biennale khusus bagi anak-anak dan remaja.
"Setelah melaksanakan Road to Kids Biennale selama dua tahun berturut-turut yaitu pada 2023 dengan tema Speak Up 'Kekerasan Seksual Terhadap anak' dan 2024 dengan tema Speak Up 'Bullying & Intolerance', 2025 ini penyelenggaraan Kids Biennale Indonesia mengangkat tajuk 'Tumbuh Tanpa Takut'," kata Direktur Kids Biennale Indonesia, Gie Sanjaya, dalam keterangan pers yang diterima kumparanMOM, Jumat (4/7).
Menurut Gie, terdapat alasan krusial di balik pemilihan "Tumbuh Tanpa Takut" sebagai tema besar kuratorial Kids Biennale 2025 ini. Dia menjelaskan, anak dan remaja yang merupakan benih masa depan bangsa, namun dalam perjalanan mereka tumbuh seringkali terganggu oleh ancaman kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi yang merupakan tiga dosa besar pendidikan di negeri ini.
Ketiga isu besar ini tidak hanya merusak rasa aman anak dan remaja, tetapi juga menghambat kreativitas, keberanian, dan kebebasan mereka untuk bermimpi.
"Tumbuh Tanpa Takut kami hadirkan menjadi tema Kids Biennale Indonesia 2025 sebagai medium perlawanan, kesetaraan, penyembuhan, pemberdayaan, dan mempertemukan berbagai pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan dunia yang lebih baik," ucap Gie.
Gie menyebut, seni merupakan salah satu bahasa dan kanal universal untuk menyoroti dan mengadvokasi isu-isu mendesak terkait kemanusiaan sekaligus menawarkan harapan dan solusi. Pameran Kids Biennale 2025 "Tumbuh Tanpa Takut" ini dirancang untuk membangkitkan kesadaran, menciptakan dialog, dan menginspirasi aksi nyata untuk anak-anak dan remaja.
"Tema 'Tumbuh Tanpa Takut' ini kami harapkan dapat membawa anak-anak dan remaja masuk ke dalam pusaran dan pusat percakapan sosial melalui seni. Setiap karya dalam pameran ini bukan hanya hasil dari kreativitas anak-anak dan remaja, tetapi juga cerminan pengalaman, harapan, dan kekuatan mereka," ujar Gie lagi.
Dalam gelaran perdananya tahun ini, Kids Biennale langsung menerapkan sistem panggilan terbuka (open call) secara nasional dan mendapat respons antusias yang melampaui dugaan pihak penyelenggara.
Direktur Kids Biennale Indonesia, Gie Sanjaya. Foto: dok. Kids Biennale Indonesia
Total karya yang sebanyak 1.026 karya dan terkurasi 142 karya individu maupun kolektif secara nasional. Karya Pameris terpilih akan ditampilkan pada pameran Kids Biennale Tajuk Tumbuh Tanpa Takut bersama dengan 3 Seniman Indonesia yaitu Darren Chandra (ABK)- Bogor, Reexp - Bandung, dan M. Alwi- Banda Neira.
Selama pameran berlangsung, diselenggarakan juga berbagai program untuk anak, orang tua, dan publik. Di antaranya mewarnai paint by number maskot Kibi dan Kibe, pemutaran film pendek, lokakarya limbah, konseling asik dengan psikologi, gelar Wicara "Karya dan Suara", pagelaran wayang cilik dan lain sebagainya.
Tiga Serangkai Filosofi Kids Biennale Indonesia
Direktur Kids Biennale Indonesia, Gie Sanjaya. Foto: dok. Kids Biennale Indonesia
Cipta, Rasa, Karsa adalah konsep penting dalam pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia dan pendiri Taman Siswa. Cipta atau kreativitas menjadi konsep pendidikan kesenian untuk memadukan dan membina daya cipta yang menjadi akar bagi inteligensi manusia.
Rasa atau perasaan, merupakan aspek emosional, yang akan melengkapi manusia dengan kemampuan untuk merasakan, memahami, dan menghayati perasaan atau emosi.
Bagi Ki Hajar, penting sekali bagi seorang pelajar untuk bisa menjadi manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berperasaan halus dan bermoral. Sementara Karsa atau kehendak, diyakininya sebagai buah imajinasi dalam membangun budi pekerti yang luhur.
Ki Hajar Dewantara amat meyakini bahwa dengan seni, setiap manusia dapat memperhalus budi pekerti dan mempertinggi rasa kemanusiaan. Hanya saja, bagi Ki Hajar Dewantara, seni bukan sekadar hiburan belaka, melainkan juga sebagai alat pendidikan yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak bangsa.
Gie menyebut, Kids Biennale Indonesia memang dirancang bukan sekadar sebagai ajang pameran, tetapi juga sebagai sebuah gerakan sosial untuk membentuk generasi yang kritis, kreatif, dan berdaya melalui seni. Kami berharap dua tahun ke depan Kids Biennale melangkah ke tingkat internasional.
Kids Biennale Indonesia 2025. Foto: dok. Kids Biennale Indonesia
Legasi ini bukan hanya sebuah agenda seni dua tahunan, melainkan sebuah gerakan kultural yang menanamkan warisan berharga: bahwa setiap anak, siapa pun mereka, berhak untuk berkarya, didengar, dan dihargai.
Dengan menyatukan seni, edukasi, dan keberagaman dalam satu ruang yang aman dan inklusif, Kids Biennale Indonesia berusaha menciptakan jejak jangka panjang dalam pembangunan karakter anak Indonesia dan dunia.
"Ini bukan hanya tentang pameran, tetapi tentang mewariskan nilai keberanian, empati, dan kesetaraan kepada generasi masa depan," ujar Gie.
Melalui program ini, ia berharap dapat membangun ekosistem kreatif yang terus hidup di sekolah, di komunitas, di keluarga, dan di ruang-ruang publik agar anak-anak Indonesia dan dunia dapat terus tumbuh dan membawa perubahan bagi dunia di sekitar mereka.