Cikini 82, dulunya rumah Menteri Luar Negeri pertama Indonesia Achmad Soebardjo, direstorasi dan kini dibuka untuk publik. Foto: Cikini 82
Salah satu bangunan bersejarah di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, kini resmi dibuka untuk umum, Ladies. Dikenal dengan nama Cikini 82, bangunan yang sudah berdiri lebih dari satu abad ini sekarang difungsikan sebagai ruang publik dan venue acara untuk berbagai kebutuhan, termasuk pernikahan.
kumparanWOMAN berkesempatan untuk mengunjungi Cikini 82 lewat acara Pusparagam, sebuah perayaan untuk menyambut pembukaan rumah bersejarah yang telah selesai direstorasi. Pada Jumat (27/6), Cikini 82 membuka pintunya untuk publik, mengajak siapa pun yang datang untuk berjalan menyusuri masa lampau.
Dulunya, ini merupakan rumah milik Menteri Luar Negeri pertama Indonesia, Achmad Soebardjo. Bukan cuma kediaman hangat keluarga, bangunan ini sempat bertransformasi menjadi ruang pertemuan diplomatik penting di masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia.
Kursi merah favorit Presiden pertama RI, Ir Soekarno, di ruang kerja Achmad Soebardjo di Cikini 82. Foto: Judith Aura/kumparan
Bahkan, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, pernah berkunjung ke rumah ini. Ada satu kursi merah yang disebut menjadi salah satu kursi favorit sang proklamator. Selain itu, tokoh nasional Tan Malaka bahkan juga pernah tinggal sementara waktu di Cikini 82 di masa lampau.
Selama bertahun-tahun, Cikini 82 tidak pernah dibuka untuk umum. Usai dipastikan bahwa bangunan ini bukanlah cagar budaya dilindungi, Cikini 82 dibeli oleh Lukas Budiono, kemudian direstorasi dan direvitalisasi menjadi seperti sekarang. Lukas Budiono adalah seorang advokat di Indonesia.
"Cikini 82 tidak hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang masa depan ruang-ruang budaya yang terbuka, egaliter, dan penuh kemungkinan," ujar pemilik Cikini 82, Lukas Budiono.
Cikini 82, dulunya rumah Menteri Luar Negeri pertama Indonesia Achmad Soebardjo, direstorasi dan kini dibuka untuk publik. Foto:Judith Aura/kumparan
Tak cuma menjadi ruang eksplorasi sejarah, Cikini 82 juga menyimpan legenda dan mitos unik. Contohnya adalah sebuah kursi merah di ruangan kerja Achmad Soebardjo. Ada yang percaya bahwa jika seseorang ingin menjadi seorang Menlu RI, maka bisa mencoba duduk di atas kursi itu. Selain itu, ada juga legenda bahwa di bawah tanah ruangan hall utama, tersimpan harta karun yang tidak diketahui apa isinya.
Pada Agustus 2024 lalu, Menlu RI saat itu, Retno Marsudi, meresmikan Cikini 82 sebagai bagian dari warisan Tanah Air, yakni kediaman resmi dan kantor pertama Kementerian Luar Negeri Indonesia. Ini diresmikan lewat penandatanganan plakat.
Ruang-ruang di Cikini 82
Lukisan karya Didit Slenthem di pameran seni Sanjivana. Foto: Judith Aura/kumparan
Tak hanya terdiri dari ruang kerja, ruang VIP, dan ruang tamu dengan sentuhan furnitur antik, Cikini 82 memiliki satu main hall atau ruang besar utama. Ruang besar inilah yang menjadi salah satu sorotan dari acara Pusparagam, yakni pameran seni Sanjivana.
Secara singkat, Sanjivana adalah pameran seni yang menghadirkan karya 10 seniman lokal Indonesia. Karya-karya mereka diciptakan lewat berbagai medium dan dalam berbagai rupa, mulai dari lukisan hingga patung kecil.
Salah satu karya yang menggugah dalam instalasi ini adalah lukisan karya Didit Slenthem, cucu dari maestro pelukis Affandi. Lukisan lanskap gunung dan persawahan ini membawa pesan kesinambungan antara sesuatu yang lama dengan kebaruan.
Salah satu kamar di East Pavilion Cikini 82. Foto: Judith Aura/kumparan
Ada pula dua ruang tidur besar yang bisa disewakan sebagai hotel di area East Pavilion, Ladies. Bernama King Room dan Queen Room, dua kamar ini memiliki nuansa vintage yang kental, tetapi tetap dengan sentuhan kebaruan yang dimunculkan lewat revitalisasi bangunan.
Biaya sewanya pun cukup terjangkau, yakni Rp 1,8 juta per malam untuk King Room dan Rp 1,5 juta per malam untuk Queen Room.
Pernikahan bernuansa vintage di Cikini 82
Buat kamu yang tertarik untuk menggelar acara pernikahan dengan nuansa antik yang hangat, Cikini 82 bisa menjadi pertimbanganmu, Ladies. Ada tiga paket berbeda yang ditawarkan, disesuaikan dengan jumlah tamu yang diundang.
Paket pertama, yakni hingga 200 tamu, ditawarkan dengan harga Rp 43 juta untuk enam jam acara. Lalu, paket kedua untuk 300 tamu dengan harga Rp 44 juta. Dua paket ini sudah meliputi seluruh kamar tidur di East Pavilion, area buffet atau catering, serta seluruh area outdoor.