Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk F Paulus, menanggapi soal nama Presiden RI ke-2, Soeharto, yang dihapus dalam Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Menurut Lodewijk, penghapusan tersebut merupakan tindak lanjut untuk melangkah ke depan.
Dalam Tap itu, terdapat Pasal 4 yang menyebut nama Soeharto —penguasa Orde Baru 32 tahun sekaligus pendiri Golkar yang dijatuhkan lewat people power pada 1998 — secara eksplisit. Bunyinya sebagai berikut:
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.
Sekarang, nama Soeharto dihapus.
"Saya pribadi melihat kita akan bergerak maju ke depan. Kita akan menyongsong yang namanya Indonesia Emas 2045. Dan kita harus fokus kepada bagaimana ekonomi kita bagus," ujar Lodewijk kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (27/9).
"Nah, saat kita melihat ke depan, marilah kita berbesar hati, ya. Founding father kita, Pak Sukarno sudah diitukan, apa salahnya mungkin Bapak Gus Dur itu ada salahnya apa. Pak Harto ada salahnya. Mari kita melangkah melihat ke depan. Supaya jangan ada lagi, gitu lho. Sehingga kita bisa fokus ke depan," ujar Wakil Ketua DPR ini.
Menurut Lodewijk, jika membicarakan Indonesia Emas 2045, maka juga membahas mengenai anak-anak muda di tahun ini yang akan mendominasi pada 2045 nanti.
Bagi Lodewijk, jika terus berkutat pada sejarah, maka kapan Indonesia akan dapat bergerak maju.
"Katakan seperti saya pernah mendengar, apa kami tidak boleh berbuat benar selalu harus salah terus. Artinya waktu dia berpikir seperti, itu bukan toleransi atas kesalahan. Yang salah dihukum, ada prosedurnya. Ada aturan yang mengatur itu," ucap Lodewijk.
Lebih lanjut ia meminta agar masyarakat dapat berpikir positif, pada penghapusan nama Soeharto di Tap MPR.
"Kalau itu terus ke belakang, kan nanti dia "Oh kenapa dia boleh, kenapa ini enggak boleh". Kapan mau selesai?" pungkasnya.
Dihapus 25 September 2024
Sebelumnya, MPR menghapus nama mantan Presiden Soeharto di Ketetapan (Tap) MPR Nomor XI/MPR/1998. Alasannya, Soeharto sudah meninggal pada 27 Januari 2008.
Nama resmi Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 itu sebenarnya adalah: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Namun, Tap ini dikenal juga sebagai Tap tentang Soeharto karena Pasal 4 menyebut secara eksplisit nama penguasa Orde Baru yang diturunkan lewat people power pada 1998 itu.
"[Tap MPR] tidak dicabut. Jadi [nama Soeharto] dinyatakan tidak berlaku karena dianggap sudah dilaksanakan. Yang bersangkutan [Soeharto] sudah meninggal," kata Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
Muzani mengatakan, putusan dalam sidang MPR hari ini yang juga merupakan sidang MPR terakhir periode 2019-2024, bukan berarti mencabut Tap MPR tentang Soeharto itu.
"Tidak (dicabut), tapi dinyatakan tidak berlaku. Diktum itu penting untuk pemulihan nama baik. Sebagaimana Bung Karno kan juga sama, Tap MPR tetap, tapi dinyatakan tidak berlaku," tambah politikus Gerindra ini.