Jul 27th 2024, 11:17, by Rinjani Meisa Hayashi, kumparanNEWS
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal membuat Tim Lima atau semacam panitia khusus (Pansus) tentang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dibentuknya Tim Lima ini disebut-sebut sebagai upaya PBNU meluruskan sejarah sekaligus mengembalikan PKB ke pemilik sahnya, yakni NU.
"PBNU sedang berdiskusi. Jika diperlukan, pembentukan Tim Lima akan segera dilakukan. Langkah ini setelah melihat pernyataan elite-elite PKB yang ahistoris. Ada tanda-tanda mereka akan membawa lari dari sejarah berdirinya PKB," kata Sekretaris Jenderal PBNU Gus Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dalam rilis yang diterima kumparan, Jumat (26/7).
Lantas, bagaimana sebetulnya sejarah berdirinya PKB? Bagaimana hubungan antara PKB dan PBNU?
Gejolak Reformasi dan Usulan Partai NU
Pada 21 Mei 1998, Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden setelah 32 tahun berkuasa. Peristiwa yang dikenal sebagai era Reformasi ini pun menyebabkan dinamika politik berubah.
Kala itu, PBNU didesak warga NU untuk membentuk sebuah parpol. Mereka bahkan mengusulkan nama-nama parpol seperti Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat, serta Kebangkitan Bangsa. Total ada 39 nama parpol yang diusulkan akar rumput.
Dikutip dari situs resmi PKB, warga NU disebut juga aktif mengusulkan macam-macam bentuk lambang parpol. Mulai dari gambar bumi, bintang sembilan, dan warna hijau. Ada juga yang mengusulkan pembentukan nilai-nilai yang berkaitan langsung dengan NU, visi-misi parpol, hingga siapa yang layak mengurus parpol.
Namun, usulan pembentukan parpol ini sempat mandek lantaran respons PBNU yang lebih memilih berhati-hati. Hal ini tak lepas dari hasil Muktamar ke 27 NU di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris, NU tidak terkait dengan partai politik mana pun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis.
Nah, sikap ini pun menuai protes dari kalangan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU yang kemudian mendirikan parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Di antara yang sudah mendeklarasikan parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Tim Lima di Tahun 1998
Berdasarkan buku berjudul 'Ada Apa dengan Gus Dur' (2005), Ketum PBNU kala itu, Abdurahman Wahid atau Gus Dur, awalnya prihatin dengan maraknya usulan partai politik NU.
Sebab, hal tersebut dinilai akan menciderai komitmen kembali ke khitah 1926 yang ia perjuangkan di muktamar Situbondo tahun 1984. Lantaran ini terkesan mengaitkan agama dan politik.
Namun menjelang Juli, sikap Gus Dur mulai mengendur. Dia mulai menyadari bahwa dengan atau tanpa restinya partai NU pun akan terbentuk. Oleh sebab itu, Pada 3 Juni 1998, PBNU akhirnya mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Forum ini menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU, termasuk mengakomodir rencana pembentukan parpol. Kala itu, yang menjadi ketua Tim Lima adalah KH Ma'ruf Amin yang tengah menjabat sebagai Rais Suriyah/Kordinator Harian PBNU.
Adapun anggota Tim Lima 1998 adalah KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siroj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Mereka pun dibekali surat tugas oleh PBNU lewat rapat harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Dalam menjalankan tugasnya, Tim Lima dibantu dengan Tim Asistensi. Mereka bertugas meninventarisasi dan merangkum usulan dalam pembentukan parpol dan membantu aspirasi politik dari warga NU.
Nah, Tim Asistensi ini diketuai Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU). Anggotanya meliputi H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma`ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan pertemuan untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol pada 26-28 Juni 1998. Rapat di Villa La Citra Cipanas tersebut menghasilkan lima rancangan, yaitu:
Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik
Mabda` Siyasi
Hubungan Partai Politik dengan NU
AD/ART
Naskah Deklarasi
Pada 23 Juli 1998, tokoh-tokoh PBNU akhirnya mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Deklarasi itu dilakukan di rumah Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan. Adapun yang terpilih menjadi ketua umum adalah Matori Abdul Djalil.
Deklarasi pembentukan PKB isinya sebagai berikut:
PKB dan Pemilu 1999
PKB mengikuti pemilihan umum (Pemilu) legislatif untuk pertama kalinya pada 1999. Kala itu, PKB berhasil mengumpulkan 13,3 juta suara (12,62%) suara sah nasional. Dengan raihan tersebut PKB berhasil menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak 51 orang (11,04%).
Torehan suara tersebut terbilang mengejutkan. Sebab, PKN berhasil menempati posisi ketiga. Hanya kalah dari dua partai politik lama yakni sang pemenang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar. PKB juga lebih unggul dari partai Islam yang jauh lebih tua, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Bukan cuma itu, Gus Dur pun berhasil terpilih sebagai presiden oleh MPR pada 20 Oktober 1999. Kala itu, Gus Dur terpilih sebagai Presiden ke-4 Indonesia dengan 373 suara, mengalahkan Megawati yang meraup 313 suara.
Meski begitu, kekuasaan Gus Dur tak bertahan lama. Ia dilengserkan pada 23 Juli 2001. Hal itu salah satunya tak lepas dari upaya Gus Dur yang membekukan DPR dan MPR serta pembekuan Golkar.
Mulainya Perpecahan PKB dan NU
Sebelum Sidang Khusus MPR pemakzulan Gus Dur sebagai presiden, anggota PKB setuju untuk tidak hadir sebagai lambang solidaritas. Namun, Ketua Umum PKB Matori Abdul Djalil bersikeras hadir karena ia adalah Wakil Ketua MPR.
Dengan posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro, Gus Dur menjatuhkan posisi Matori sebagai Ketua PKB pada 15 Agustus 2001, serta melarangnya ikut serta dalam aktivitas partai sebelum akhirnya mencabut keanggotaan Matori pada November.
Pada 14 Januari 2002 , Matori mengadakan Munas Khusus yang dihadiri pendukungnya di PKB. Munas tersebut memilihnya kembali sebagai Ketua Umum PKB. Gus Dur membalasnya dengan mengadakan Munas tandingan pada 17 Januari, sehari setelah Munas Matori selesai.
Munas yang diadakan Gus Dur memilih kembali dirinya sebagai Ketua Dewan Penasihat dan Alwi Shihab sebagai Ketua Umum PKB. Sebelumnya, PKB Gus Dur lebih dikenal sebagai PKB Kuningan, sementara PKB Matori dikenal sebagai PKB Batutulis.
Perpecahan ini pun berujung pada gelaran Muktamar PKB pada 2005 di Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi salah satu puncak gejolak perselisihan di internal PKB.
Muktamar PKB di Semarang pada 2005 akhirnya memilih Cak Imin sebagai Ketua Umum yang baru, sedangkan Gus Dur ditunjuk sebagai Ketua Dewan Syura PKB. Cak Imin sendiri merupakan keponakan Gus Dur.
Namun, pada 2008 internal PKB mulai kembali bergejolak. Cak Imin sempat diberhentikan dari jabatannya karena dinilai banyak melakukan manuver oleh Gus Dur. Gus Dur mengatakan keputusan pemberhentian Cak Imin diambil berdasarkan voting dalam rapat gabungan Dewan Syura dan Dewan Tanfidz di Jakarta pada 26 Maret 2008.
Meski begitu, Gus Dur enggan membeberkan rincian alasan penggantian Cak Imin. Menurutnya, semuanya merupakan masalah internal PKB.
Cak Imin kemudian mengajukan gugatan terhadap Gus Dur ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas pemberhentiannya. Wacana Muktamar Luar Biasa PKB pun muncul oleh dua pihak yang berseteru.
PKB Kubu Cak Imin menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) pada 2-4 Mei 2008 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Sementara, MLB PKB versi Gus Dur diselenggarakan pada 30 April-1 Mei di Parung.
Namun, PN Jaksel memutuskan hasil MLB keduanya tak sah karena Cak Imin dan Gus Dur tak hadir dalam MLB satu sama lain, dan memutuskan kepengurusan PKB kembali pada hasil Muktamar di Semarang.
Akibat dualisme kepemimpinan itu, masing-masing kubu juga sempat mendaftarkan partai ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bisa ikut sebagai partai peserta Pemilu 2009. Pada akhirnya, PKB pimpinan Cak Imin tetap dinyatakan sebagai PKB yang sah oleh pengadilan saat itu.
Sejumlah upaya untuk membangkitkan PKB Gus Dur atau PKB Parung sebenarnya telah dilakukan Yenny Wahid namun tak berhasil. Sementara Gus Dur berujung memilih tidak melawan dan mulai perlahan meninggalkan dunia politik hingga wafat pada 2009.
Cak Imin pun menjabat sebagai Ketua Umum PKB hingga saat ini.