Hukuman KDRT Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 - juandry blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Hukuman KDRT Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
May 24th 2024, 09:00, by Fajarina Nurin, kumparanWOMAN

Ilustrasi hukum KDRT. Foto: Getty Images
Ilustrasi hukum KDRT. Foto: Getty Images

Hukuman KDRT sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. KDRT termasuk dalam tindak pidana yang menyebabkan penderitaan terhadap korban berupa kesengsaraan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga.

Hukuman KDRT yang disahkan pemerintah Indonesia bertujuan agar membuat pelaku jera dan melindungi korban, terutama pihak rentan kekerasan seperti perempuan maupun anak-anak.

Berikut ini penjelasan lengkap soal hukuman KDRT berupa saksi pidana dan denda yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berlaku di Indonesia.

Hukuman KDRT Sesuai Undang-Undang

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Kekerasan dalam rumah tangga pada prinsipnya merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia atau HAM. Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan laman Database Peraturan JDIH BPK, untuk melindungi setiap korban KDRT, pemerintah mengesahkan hukuman KDRT dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hukuman ini diatur sesuai bentuk KDRT dan dampak tindak kekerasan yang dilakukan terhadap korban, berikut rinciannya:

1. Hukuman KDRT untuk Kekerasan Fisik

Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock

Bentuk kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Hukuman KDRT jenis ini diatur dalam pasal 44 ayat 1-4 dalam UU PKDRT, yaitu:

Ayat 1

Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta bagi setiap orang melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga.

Ayat 2

Pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta, jika kekerasan fisik menyebabkan korban jatuh sakit atau menderita luka berat.

Ayat 3

Pidana penjara paling lama 15 belas tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta, jika kekerasan fisik yang dilakukan menyebabkan korban meninggal dunia.

Ayat 4

Pidana penjara paling lama empat bulan dan denda paling paling banyak Rp 5 juta, jika tindak kekerasan yang dilakukan tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk mengerjakan aktivitas sehari-hari.

2. Hukuman KDRT untuk Kekerasan Psikis

Ilustrasi KDRT. Foto: fizkes/Shutterstock
Ilustrasi KDRT. Foto: fizkes/Shutterstock

Bentuk kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada korban.

Dalam UU PKDRT, hukuman KDRT psikis diatur dalam pasal 45 ayat 1 dan 2 berikut:

Ayat 1

Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta. Apabila, tindak kekerasan tersebut menimbulkan halangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan penyakit berat bagi korban.

Ayat 2

Pelaku mendapat hukuman pidana paling lama empat bulan atau denda Rp 3 juta, jika tindak kekerasan tersebut tidak menimbulkan halangan bagi korban untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Hukuman KDRT Seksual

Ilustrasi KDRT. Foto: Mary Long/Shutterstock
Ilustrasi KDRT. Foto: Mary Long/Shutterstock

Bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam UU PKDRT adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan pemaksaan hubungan seksual pada salah seorang dalam lingkup keluarga untuk tujuan tertentu seperti komersil.

Hukuman KDRT pelaku kekerasan seksual diatur dalam pasal 48 dan pasal 49. Berikut rinciannya:

  • Pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp36 juta bagi setiap orang yang melakukan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga.

  • Pidana penjara selama 4 hingga 15 tahun atau denda sebesar Rp12 juta hingga Rp300 juta bagi setiap orang yang memaksa orang dalam lingkup rumah tangganya melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.

  • Pidana penjara selama 5 hingga 20 tahun atau denda mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 500 juta jika kekerasan seksual tersebut menyebabkan korban mengalami luka yang tidak bisa sembuh, gangguan kejiwaan selama minimal satu bulan atau satu tahun secara tidak berurutan, gugurnya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya organ reproduksi.

4. Hukuman KDRT Penelantaran

Ilustrasi Perceraian. Foto: Getty Images/KatarzynaBialasiewicz
Ilustrasi Perceraian. Foto: Getty Images/KatarzynaBialasiewicz

Bentuk penelantaran yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2004 adalah menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya dan menelantarkan orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang korban bekerja dengan layak.

Hukuman KDRT penelantaran tertuang dalam pasal 49, yakni pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.

5. Hukuman Tambahan Pelaku KDRT

Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Salivanchuk Semen/Shutterstock
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Salivanchuk Semen/Shutterstock

Selain hukuman KDRT di atas sesuai kategori bentuk kekerasan yang dilakukan, pasal 50 UU PKDRT memberikan kewenangan pada hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan, berupa:

  • Pembatasan gerak pelaku yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu.

  • Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Baca Juga: 10 Cara Menghindari KDRT untuk Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Perlindungan Korban KDRT

Ilustrasi KDRT. Foto: sdecoret/Shutterstock
Ilustrasi KDRT. Foto: sdecoret/Shutterstock

Sebagaimana disebutkan dalam UU PKDRT, korban KDRT juga memiliki hak sebagai korban yakni mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang diberikan pemerintah.

Merujuk pasal 10 UU PKDRT dalam bab IV tentang Hak-Hak Korban, korban KDRT berhak mendapatkan:

  • Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

  • Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

  • Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.

  • Pendampingan oleh pekerja sosial atau bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

  • Pelayanan bimbingan rohani.

Menyadur buku Penyelesaian Hukum KDRT karya Badriyah Khaleed, sebagai upaya perlindungan dan pemulihan korban KDRT, realisasi mewujudkan hak korban KDRT di atas harus dilakukan secara terkoordinasi antar lintas sektor baik pada tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten atau kota.

Penyelenggaraannya juga perlu dukungan tenaga kesehatan, pekerja sosial, pembimbing rohani dan relawan pendamping yang memahami tugas dan fungsinya masing-masing. Dengan begitu, tujuan pulihnya kondisi korban KDRT untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dapat dicapai dengan baik.

Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).

(IPT)

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url