May 17th 2024, 08:00, by Fajarina Nurin, kumparanWOMAN
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tak hanya bisa dalam bentuk kekerasan fisik saja, tetapi juga kekerasan psikis. Adapun contoh KDRT psikis umumnya tak terlihat secara kasat mata.
Meskipun begitu, kekerasan psikis dalam rumah tangga juga termasuk ke dalam KDRT yang dibahas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 7.
Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Untuk mengetahui apa saja contoh KDRT psikis, simaklah artikel ini hingga habis!
Contoh KDRT Psikis
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang PKDRT pasal 5, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, termasuk kekerasan psikis.
Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam pasal 7 pada undang-undang tersebut, disebutkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang bisa merugikan korban di segi psikologis, seperti ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, dan lainnya.
Mengutip situs Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat, membuktikan kasus KDRT psikis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan forensik psikis oleh pihak kepolisian. Bentuk kekerasan psikis ini cukup sulit untuk dideteksi, bahkan bisa jadi korban tak menyadari bahwa dirinya telah mengalami kekerasan psikis.
Disebut KDRT psikis apabila terdapat pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan negatif, atau sikap dan gaya tubuh yang direndahkan. Selain itu, terjadi tindakan menekan, mencemooh atau menghina, merendahkan, membatasi, atau mengontrol korban agar memenuhi tuntutan pelaku.
Dihimpun dari WomensLaw.org, berikut ini beberapa contoh KDRT psikis:
Mempermalukan korban di depan orang lain.
Menyebut korban dengan sebutan yang menghina, seperti "bodoh", "menjijikkan", atau "tak berharga".
Marah dengan cara yang menakutkan bagi korban.
Mengancam untuk menyakiti korban, orang yang disayangi, atau hewan peliharaan.
Pelaku mengancam akan melukai dirinya sendiri apabila kesal dengan korban.
Mengatakan hal-hal seperti, "Apabila aku tak bersamamu, tak akan ada orang lain pun yang bisa."
Memutuskan hal-hal yang harus diputuskan korban atau membatasi ruang gerak korban, seperti baju apa yang akan dipakai korban.
Bersikap cemburu dan terus-menerus menuduh korban selingkuh.
Terus-menerus berpura-pura tak mengerti apa yang dikatakan korban, membuat korban merasa bodoh, atau menolak mendengarkan pikiran dan pendapat korban.
Mempertanyakan ingatan korban tentang suatu peristiwa atau menyangkal bahwa suatu peristiwa terjadi seperti yang dikatakan korban, meskipun pelaku kekerasan mengetahui bahwa korban benar.
Mengubah topik pembicaraan setiap kali korban mencoba memulai percakapan dengan pelaku dan orang lain, serta mempertanyakan pemikiran korban dengan cara membuat korban tak merasa berharga.
Membuat kebutuhan atau perasaan korban tampak tak penting dibandingkan kebutuhan dan perasaan pelaku.
Menurut buku Pendekatan Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga oleh Setyawan pada 2019, berikut ini beberapa dampak yang bisa dialami korban kasus KDRT psikis:
Ketakutan dan perasaan diteror.
Gangguan tidur, gangguan makan, atau disfungsi seksual.
Gangguan tubuh ringan, seperti sakit kepala atau gangguan pencernaan tanpa indikasi medis.
Fobia atau depresi temporer.
Gangguan stres pasca trauma.
Gangguan fungsi tubuh, seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis.
Ketentuan Pidana Pelaku KDRT Psikis
Setiap pelaku KDRT yang dilaporkan ke pihak berwenang dengan bukti yang sah dapat dikenakan sanksi, termasuk tindakan KDRT psikis. Menyadur dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 45 dijelaskan tentang ketentuan pidana pelaku KDRT psikis.
Ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000.
Kemudian, ayat 2 menyebutkan bahwa dalam hal perbuatan yang dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000.
Lebih lanjut, pada pasal 52 dalam undang-undang yang sama, tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 adalah delik aduan.
Cara Mengatasi KDRT Psikis
KDRT psikis mungkin tak terlalu terlihat dibandingkan bentuk KDRT fisik. Namun, dampak yang dirasakan bisa sangat merugikan korban.
Penanganan yang tepat diperlukan untuk mengembalikan kondisi korban. Mengutip Very Well Mind, berikut ini beberapa cara menangani KDRT psikis:
1. Kenali Masalahnya
Langkah pertama adalah mengenali masalahnya. Anda bisa mulai berpikir bahwa apa yang dilakukan korban tak normal. Anda perlu mempelajari dinamika hubungan yang sehat, sehingga apabila terjadi perilaku yang tak sehat akan segera terdeteksi.
2. Tinggalkan Situasi Kekerasan
Apabila Anda merasa mengalami KDRT psikis oleh pasangan atau anggota keluarga lainnya, segera tinggalkan pelaku dan mencari bantuan dari teman, anggota keluarga lain, tetangga, penegak hukum, atau instansi yang tepercaya.
3. Catat Kekerasan yang Dialami
Pelaku kekerasan mungkin akan menyangkal pernah mengatakan hal-hal yang membuat korban meragukan diri sendiri. Untuk itu, agar membantu laporan dan penanganan, Anda dapat menulis semua detail situasi kekerasan psikis tersebut untuk ditunjukkan kepada pihak berwajib.
4. Jangan Libatkan Pelaku
Korban harus memberikan batasan yang tegas dan menolak apabila diminta terlibat dengan pelaku.
5. Ingatlah Bahwa Anda Tak Bisa Disalahkan
Kemudian, korban harus selalu mengingat bahwa dirinya tak bisa disalahkan. Tak ada seorang pun yang pantas untuk dianiaya atau direndahkan.
6. Mencari Bantuan
Terakhir, Anda bisa mencari bantuan profesional seperti terapis untuk membantu memproses emosi, mengembalikan harga diri, dan menyembuhkan trauma.
Anda juga bisa bergabung dengan kelompok dukungan bersama orang-orang yang memiliki pengalaman serupa, sehingga dapat membantu menyuarakan kekerasan yang telah dialami.
Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).