JAKARTA - Pelaku industri rotan meminta agar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2009 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang akan habis masa berlakunya pada 11 Oktober 2011 dicabut. Pasalnya, peraturan itu menyebabkan industri rotan nasional kesulitan dalam memperoleh bahan baku yang berkualitas.
"Jika Menteri Perdagangan mempunyai akal sehat dan peduli terhadap kemajuan industri rotan di dalam negeri, maka kebijakan tersebut harus dihentikan," kata Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) M Hatta Sinatra, di Jakarta, Kamis (4/8/2011).
Hatta mengaku, ekspor bahan baku rotan sangat merugikan industri rotan nasional. Sejak Permendag itu diterbitkan, pertumbuhan industri rotan nasional terus mengalami penurunan.
"Untuk mendapatkan bahan baku rotan kualitas satu saja, pelaku industri sudah kesulitan. Jika ada harganya sangat mahal," jelas Hatta.
Untuk itu, menurut Hatta, pemerintah harus membenahi serta mendorong pertumbuhan industri rotan nasional.
"Pembuatan buffer stock bukan sesuatu yang penting untuk industri rotan. Meningkatkan pertumbuhan industri rotan di dalam negeri adalah fokus utama yang harus dilakukan pemerintah," jelasnya.
Ketua Tim Rotan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Majedi Effendi mengatakan, tata niaga rotan membutuhkan buffer stock untuk memastikan bahan baku rotan yang dihasilkan oleh petani bisa terserap secara maksimal. Pada prinsipnya, kata dia, pelaku industri rotan nasional ingin bahan baku dari petani terserap dengan harga wajar.
"Selain itu, Asmindo juga mengusulkan revisi dari Permendag 36/2009 nantinya tidak hanya mengatur juga wajib beli dan pendirian buffer stock yang memastikan seluruh rotan terserap, yang tidak terserap dapat diekspor dengan verifikasi industri," ujarnya.
Menurut Majedi, tata niaga rotan yang baik diperlukan agar industri mebel rotan bisa bersaing dengan rotan sintetik.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Aryan Wargadalam mengatakan, Kemenperin meminta ekspor bahan baku rotan dihentikan. Selama ini, kata Aryan, pelaku industri rotan nasional kesulitan dalam memperoleh bahan baku rotan.
"Jika bahan baku sulit didapat, maka industri rotan tidak mampu membuat produk yang memilki nilai tambah," kata Aryan.
Menurut Aryan, pasar rotan nasional sudah dimasuki oleh produk rotan sintetis asal China. Apabila hal tersebut tidak dihentikan, maka industri rotan nasional akan semakin terpuruk.
"Salah satu cara menghambat impor rotan sintetis dengan membuat produk jadi rotan yang berkualitas. Produk rotan dalam negeri harus mampu mengalahkan produk impor asal China," tandas Aryan.
(Sandra Karina/Koran SI/and)